Di buku-buku sejarah di sekolah, pasti kamu pernah dengar tentang Homo erectus atau Pithecantropus erectus, kan? Spesies ini sering disebut sebagai salah satu manusia purba di Indonesia. Dulu, penemuan Homo erectus bikin heboh dunia. Mereka dulu dianggap sebagai puzzle penting dalam evolusi manusia, karena ukuran kepalanya sekitar tiga perempat dari manusia modern. Sedangkan, tulang kakinya menunjukkan kalau mereka sudah bisa berjalan tegak. Tapi, gimana sih sejarah penelitian yang membuat Homo erectus jadi perdebatan? apakah Homo erectus manusia atau kera? Kita akan kupas tuntas mengenai Homo erectus di Printilan.com.
Bermula saat Eugene Dubois menyusuri Bengawan Solo
Semua dimulai dari Eugene Dubois, seorang ahli anatomi asal Belanda, yang melakukan penelitian di Trinil, Kedunggalar Ngawi pada tahun 1890-an. Sebelum dikenal sebagai Homo erectus, Dubois menggambarkan fosil yang ditemukannya sebagai Pithecanthropus erectus atau “Kera yang Berjalan Tegak,”. Ia kemudian menjuluki fosil ini sebagai “Java Man,” berdasarkan temuan fosil tempurung kepala dan tulang paha oleh timnya. Kini replika fosil ini dapat ditemui di Museum Sangiran Klaster Ngebung dan Klaster Krikilan. Selain itu, informasi dari situs web Fakultas Kedokteran UGM menunjukkan bahwa fosil Homo erectus tertua saat ini disimpan di Laboratorium Bio-antropologi dan Paleo-antropologi, Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan.
Lebih dari separuh dari semua penemuan Homo erectus terjadi di Jawa. Salah satu fosil Homo erectus, yang dikenal dengan nomor S17, ditemukan di Situs Manusia Purba Sangiran, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan oleh Towikromo, seorang warga setempat pada 1969. Penemuan ini dianggap sangat penting karena menunjukkan rupa wajah dan kepala dari spesies ini. Kini, di Museum Sangiran Klaster Bukuran dan Krikilan, kita bisa melihat rekonstruksi makhluk yang hidup pada masa Pleistosen awal dan tengah ini, sekitar 1 juta hingga 1,5 juta tahun yang lalu.
Dari segi fisik, Homo erectus memiliki tinggi sekitar 168–180 cm dan berat badan rata-rata 80–100 kg. Tulang paha mereka menyerupai manusia modern, menunjukkan bahwa mereka berjalan tegak. Beberapa tengkorak menunjukkan volume otak berkisar antara 775 cc–975 cc. Postur tubuh dan anggota badannya tegap, dengan gigi geraham yang besar untuk mengunyah makanan dengan kuat. Mereka memiliki otot tengkuk yang besar, kening yang menonjol, hidung tebal, dan tidak memiliki dagu. Sedangkan bagian belakang kepala tampak menonjol.
Mata Rantai Evolusi yang Hilang : Homo Erectus
Sorotan ini sebagian dimulai dari saat Charles Darwin memperkenalkan teori evolusi dalam bukunya yang berjudul “On the Origin of Species” pada tahun 1859. Darwin kemudian merinci teori evolusinya dalam buku kedua berjudul “The Descent of Man, and Selection in Relation to Sex” pada tahun 1871. Buku ini menjelaskan lebih lanjut tentang teori evolusi pada manusia dan menjelaskan seleksi seksual, suatu bentuk adaptasi biologis yang terkait dengan seleksi alam. Kedua buku tersebut menimbulkan kontroversi dan pertentangan dengan pihak teologi, yang dianggap sebagai penolakan terhadap ajaran agama.
Dubois memulai penelitiannya di sepanjang Sungai Bengawan Solo dekat Trinil pada Agustus 1891. Timnya menemukan sejumlah fosil, termasuk gigi geraham (Trinil 1) dan tengkorak (Trinil 2) yang menarik perhatian. Pada Agustus 1892, tim Dubois menemukan femur atau tulang paha yang panjang, menunjukkan bahwa pemiliknya berdiri tegak. Dubois percaya bahwa semua fosil tersebut milik satu individu, yang ia kira merupakan betina yang sangat tua. Setelah beberapa bulan, Dubois menamai spesimen tersebut sebagai Anthropopithecus erectus.
Perdebatan mengenai evolusi manusia mencapai puncaknya saat Eugene Dubois memperkenalkan fosil yang ditemukannya di Jawa, yang kemudian dikenal sebagai Homo erectus atau “manusia berjalan tegak.” Pada tahun 1894, Dubois mengubah nama temuannya dari Anthropopithecus erectus menjadi Pithecanthropus erectus, yang menimbulkan kegemparan global. Penemuan Dubois ini menjadi bukti signifikan dalam perdebatan mengenai asal-usul manusia, khususnya dalam memahami hubungan antara manusia dan primata lainnya.
Teori “Out of Africa” dan “Out of Asia“
Namun, perdebatan mengenai evolusi manusia tidak berhenti di situ. Teori-teori baru muncul, termasuk teori “Out of Africa” yang menyatakan bahwa manusia modern berasal dari Afrika. Serta teori “Out of Asia” yang mengatakan bahwa manusia modern berevolusi di Asia. Temuan fosil Homo erectus di Jawa menjadi bukti penting dalam mendukung kedua teori tersebut. Selain itu, penelitian lanjutan menunjukkan bahwa Homo erectus merupakan nenek moyang dari spesies manusia modern dan memiliki peran penting dalam evolusi manusia. Jadi Homo erectus, manusia atau kera?
Weidenreich dan Mayr
Selanjutnya, teori yang diajukan oleh Weidenreich menyatakan bahwa Pithecanthropus erectus dan Sinanthropus pekinensis di Tiongkok terhubung melalui serangkaian populasi yang melakukan perkawinan silang. Ahli biologi Jerman, Ernst Mayr, kemudian mengklasifikasikan keduanya sebagai bagian dari satu spesies, yaitu Homo erectus, dalam Simposium Cold Spring Harbor pada tahun 1950. Presentasi Mayr ini mencetuskan perubahan klasifikasi Pithecanthropus erectus Dubois menjadi genus Homo (makhluk menyerupai manusia), serta menyertakan spesies lain seperti Plesianthropus, Paranthropus, dan Javanthropus sebagai sinonim dari Homo erectus.
Pendekatan Mayr yang menekankan bahwa semua leluhur manusia termasuk dalam satu genus menandai revolusi dalam taksonomi manusia purba dan membentuk dasar bagi bidang paleoantropologi. Teori Mayr juga menekankan bahwa Homo erectus dan Homo sapiens (manusia modern) tidak berkembang secara langsung, tetapi kedua spesies tersebut hidup bersamaan pada suatu titik waktu sebelum Homo sapiens menjadi spesies manusia yang dominan, karena faktor seleksi alam.
Penelitian Homo erectus saat ini
Penelitian mengenai Homo erectus terus berlanjut hingga saat ini. Fosil-fosilnya tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk Afrika, Eropa, dan Asia. Penemuan Homo erectus di pulau Jawa, khususnya di Situs Sangiran, Trinil, dan Sambungmacan, menjadi bukti penting dalam memahami evolusi manusia di wilayah tersebut. Sejumlah penemuan tambahan, seperti sisa-sisa tengkorak di Situs Patiayam (Kudus, Jawa Tengah) dan Semedo (Tegal, Jawa Tengah), juga memberikan kontribusi besar. Terutama dalam kajian tentang Homo erectus dan evolusi manusia secara umum.
Terima kasih telah membaca artikel mengenai Homo erectus, Manusia atau Kera yang dipost di Printilan.com. Baca artikel mengenai sejarah dan prasejarah lainnya hanya di Printilan.com.
Sumber : diolah dari YouTube KeMuseum dengan perubahan.