ARSIP : Lagi, Sebuah Partikel Mozaik Budaya Berdiri di Agats

by | Mar 14, 2024 | Papua

Laporan kunjungan Nani Soedarsono (Menteri Sosial 1983-1988) ke Agats di Irian Jaya (kini masuk Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan) dalam rangka meresmikan Pusat Asmat pada 1986. Laporan ini muncul dalam Majalah Kartini edisi No. 314 1-14 Desember 1986. Dan kami munculkan sebagai arsip budaya Asmat.

Bersama-Sama Kita Melaju

Mama Piara Bisowats Ny. Nani Soedarsono sedang berpidato (foto Rudjito SK. KARTINI, 1986)

Ada memang suara sumbang ketika insan wanita, Ny. Nani Soedarsono menyatakan niatnya hendak membuat sebuah terobosan baru dalam menangani kawasan di Indonesia bagian paling timur ini. “Ibu akan mengerjakan sesuatu yang hasilnya hanya akan sia-sia saja,” begitu terdengar suara yang tidak menyepakati jalan pikirannya. Namun Ny. Nani Soedarsono sang Menteri Sosial itu tetap tegar pada pendiriannya. “Saya memang lebih memprioritaskan Irian Jaya!” ucapnya tanpa ragu lagi.

Baca juga: Kyai Joyolalono (Djojolelono), Bupati Pertama Probolinggo

Lalu bertolak dari pemikiran itu pula ia terjunkan ratusan satgas sosial ke pedalaman Irian Jaya sebagai para tenaga penggerak dan pendorong pembangunan, di kawasan yang konon masih tertinggal jauh di belakang itu. Sebaliknya dari daratan itu pula ia pungut puluhan pemuda dan pemudi dikirim ke Pulau Jawa. Untuk mempelajari berbagai keterampilan agar segera dapat diterapkannya di kampung halaman masing-masing.

Puncak upacara kebesaran sedang berlangsung (foto Rudjito SK. KARTINI, 1986)

Hasilnya Barangkali belum begitu pasti, tapi sudah mulai tampak. Setiap gerak dan langkah Ny. Nani Soedarsono di pulau ini di elu-elukan; baik ketika ia berada di Jayapura, di Timika, di Biak, di Skou, di Agats, atau di tempat-tempat terpencil lainnya. Di Agats misalnya, ratusan biduk dan sampan menyambutnya. Gema suara terpadu dari gabungan nada ritmis dan kayuhan dayung terasa amat mempesona. Lalu sebentar-sebentar terdengar serempak suara dan pekikan ho… ho… ho… Mengiringi kayuhan demi kayuhan dayung yang dilakukan oleh orang-orang Asmat di Sungai Asuwet tempat berpacu ribuan dayung dalam ratusan biduk yang disebut sebagai “Ci”.

Lembaran Baru Asmat

Barangkali belum pernah sebelumnya terlihat suatu kegiatan luar biasa yang serempak dan bersamaan di berbagai penjuru pedalaman Asmat maupun kehadiran mereka di lokasi Pusat Asmat Agats dalam beberapa bulan terakhir ini. Baik dalam merampungkan Pusat Asmat itu sendiri maupun dalam mempersiapkan peresmiannya hingga tanggal 28 Oktober yang lalu. Suatu pesta besar, dan konon terbesar di pedalaman Irian Jaya, benar-benar berlangsung. Pesta itu merupakan peresmian perkampungan contoh Pusat Asmat.

Papa Piara Beorpits Kharis Suhud (foto Rudjito SK. KARTINI, 1986)

Bukan hanya Suku Asmat asli yang ada di tengah pesta itu. Puluhan turis dan beberapa antropolog juga hadir. Bahkan beberapa orang di luar suku itu ada juga yang dinobatkan menjadi warga Asmat. Ada misalnya Papa Piara Beorpits Kharis Suhud (Anggota DPR Fraksi ABRI – printl), Mama Piara Bisawots Ny. Nani Soedarsono, Kakak Piara Cowots Biwar Haryati Soebadio (Dirjen Kebudayaan Departemen P & K – printl), Egnie Sugoyono, Asorakap Syarief Tando (pebisnis – printl) dan Yoerat Andreas Soenarto (Bupati Nabire – printl).

Baca juga: Deng Xiaoping, Si Jarum Dalam Kapas

Adalah suatu kebanggaan bagi Suku Asmat menyaksikan dan mereguk jiwa upacara itu, seirama dengan harga kehormatan yang mereka berikan kepada anggota keluarga baru mereka. Yang kebanyakan para pejabat dan orang-orang ternama yang tinggal ribuan kilometer jaraknya dari tempat kehidupan mereka.

Arsip Budaya Asmat : Asmat, meninggalkan keterpencilan

“Pesta rampungnya serta diresmikannya pusat Asmat bagi kita orang asmat adalah terlalu pantas dan layak untuk kita rayakan. Karena hal ini merupakan lembaran baru sejarah atau awal usaha bagi pengembangan dan kemajuan, dari, oleh, dan untuk kami Orang Asmat sendiri”, ucap seorang tetua Asmat di lokasi pusat Asmat baru-baru ini. 

Seorang turis terus membidikkan kamera nya (foto Rudjito SK. KARTINI, 1986)
Salah satu upacara dalam pesta, menegakkan Bits (foto Rudjito SK. KARTINI, 1986)

Memang demikianlah adanya apa yang diucapkan tetua Asmat di atas, karena selama ini Asmat yang dikenal atau yang diperkenalkan oleh orang luar bagi orang luar yaitu suatu daerah yang terpencil dan terisolasi di pedalaman Irian Jaya. Yang hidup di alam keras tanah rawa lumpur yang tidak menguntungkan bagi kehidupan. Dengan peradaban “primitif” yang sudah teramat langka di muka bumi ini. Maka dengan demikian Asmat di suatu pihak dianggap sebagai beban. Di mana manusianya harus cepat dididik untuk jadi orang. Atau di lain pihak dijadikan objek peradaban bagi pemenuhan keingin-tahuan (curiousity) manusia beradab lainnya.

Arsip Budaya Asmat : Orang Asmat, si manusia sejati

Sebaliknya, Orang Asmat sendiri dengan bangga menamakan dirinya si manusia sejati, hidup di alam yang penuh kelimpahan bersama leluhurnya. Dan karena itu selalu menjaga keseimbangan hubungan dengan cosmos mereka ini. Sementara itu orang asmat di dalam menghadapi benturan-benturan sosial sebab akibat masuknya pengaruh luar sejak beberapa masa akhir-akhir ini berupaya dan berpikir keras mencari jalan keluar untuk sambil mempertahankan keberadaan dan budaya mereka. Siap pula menerima pembaharuan dan ikut aktif dalam membangun mengembangkan serta memajukan daerahnya.

Dari sikap inilah, dua tahun yang lalu mulai mengupayakan usaha bersama swadaya Asmat dengan mengukuhkan sebuah yayasan miliknya sendiri yaitu Yayasan Pengembangan dan Kemajuan Asmat (YAPKA).

Pusat Asmat

Pusat Asmat tak lain adalah wadah dan sarana bagi usaha bersama Swadaya atau sebagai “Ci” atau Biduk untuk bersama di dayung menuju ke tanjung pengembangan dan kemajuan Asmat. Segera dibangun dalam area hutan seluas 5 ha di Agats  sejak Agustus 1985. Dan bersamaan dengan itu pula perangkat lembut Pusat Asmat ini diterobos menembus ke terisolasian dibangun yaitu hubungan sampai ke Ibukota Jakarta.

Kiri : Sebagian dari puncak acara kebesaran sedang berlangsung. Kanan : Sanggar bagi para pemahat dan ahli waris. (foto Rudjito SK. KARTINI, 1986)

Maka peresmian pusat Asmat atau Lembaran Baru Asmat tak lain adalah titik temu antara usaha Swadaya Asmat melalui pusat Asmat dengan hubungannya di atas; suatu dasar wawasan nusantara kita terwujud: Bagi Asmat sendiri timbul kebanggaan sebagai bagian dari bangsa besar Indonesia dan sebaliknya bagi kita suatu kesadaran akan kebesaran budaya bangsa melalui partikel mozaik Bhineka Tunggal Ika.

Swadaya

Kebanggaan besar pembangunan Pusat Asmat, maupun promosi hubungan adalah diupayakan dengan kemampuan sendiri. Baik berupa bahan bangunan dan pembiayaan yang dihasilkan dari promosi seni ukir, maupun tenaga masyarakat. Yang berhasil mewujudkan semua itu dalam waktu relatif singkat dalam 14 bulan ini.

Bantuan luar baik materi, dan dana, maupun dorongan spiritual merupakan substitusi dari kemampuan sendiri tersebut di atas. Maka dengan demikian kepercayaan diri Orang Asmat timbul segar kembali, setelah beberapa waktu lamanya berada di persimpangan jalan. Dikarenakan benturan-benturan sosial masuknya pengaruh luar di atas.

Wajar dan pantaslah kita semua ikut memeriahkan bersama saudara kita Orang Asmat pada peresmian Pusat Asmat, Pusat Usaha Swadaya, dan Lembaran Baru Asmat. Sebagaimana bunyi spanduk yang direntangkan mereka “BERSAMA-SAMA KITA MELAJU” (MJ/RSK).

Terima kasih telah membaca artikel mengenai Arsip Budaya Asmat yang dipost di Printilan.com. Baca arsip berita lama mengenai Papua hanya di Printilan.com.

Printilan.com adalah situs web berisi informasi mengenai topik-topik seperti daerah, politik, negara, sejarah, transportasi, dan hiburan. Kami juga menampilkan arsip-arsip berita di masa lalu agar jadi jembatan wawasan bagi masa sekarang.

Info Transportasi

Transpotasi Umum

TJ •  MRT •  LRT Jakarta •  LRT Bekasi •  LRT Cibubur

KRL Commuter

Cikarang •  Bogor •  Rangkasbitung •  Tangerang  •  Tanjung Priok •  Solo-Jogja  •  Jogja-Solo

Kereta Api Jarak Jauh

A

Airlangga  Ambarawa Ekspres  Argo Bromo AnggrekArgo CheribonArgo DwipanggaArgo LawuArgo MerbabuArgo MuriaArgo ParahyanganArgo SemeruArgo SindoroArgo Wilis

B

Bangunkarta • Banyubiru • Baturraden EkspresBengawan  BimaBlambangan Ekspres • Blora Jaya  Bogowonto • Brantas • Brawijaya

C-F

Cikuray  Ciremai • Dharmawangsa • Fajar Utama Solo • Fajar Utama Yogyakarta

G-H

Gajahwong • GajayanaGayabaru Malam Selatan • Gumarang • Harina

J

Jaka Tingkir  Jayabaya • Jayakarta  Joglosemarkerto

K-L

Kahuripan  Kaligung • Kamandaka • Kertajaya  Kertanegara • Kutojaya Selatan  Kutojaya Utara • Lodaya • Logawa

M

Majapahit  Malabar • Malioboro Ekspres • ManahanMataram • Matarmaja  Menoreh • Mutiara Selatan • Mutiara Timur

P

PandalunganPangandaran • Pangrango • Papandayan • Pasundan  Probowangi • Progo • Purwojaya

R-S

RanggajatiSancaka • Sawunggalih • SembraniSenja Utama Solo • Senja Utama YogyakartaSerayu  Singasari • Sritanjung  

T-W

TaksakaTawangalun • Tawang Jaya • Tegal Bahari • Turangga • Wijayakusuma 

Fakta Daerah

Aceh • Sumut • Sumbar • Riau • Jambi • Bengkulu • Sumsel • Lampung • Kepri • Babel • Banten • DKJ • Jabar • Jateng • DIY • Jatim • Bali • NTB • NTT • Kalbar • Kalteng • Kalsel • Kaltim • Kaltara • Sulut • Sulsel • Sulteng • Sulbar • Sultra • Gorontalo • Malut • Maluku • Papua • Pabar • PBD • Pateng • Papeg • Pasel